07.12.2022
Misi kami di Nampula, Mozambik
“Berharap itu adalah berani, mampu melihat dan mengusik kenyamanan pribadi, terhadap hal hal kecil yang mempersempit pandangan melihat horizon untuk membuka diri pada cita-cita besar yang membuat hidup lebih indah dan bermartabat.
Marilah berjalan penuh harapan!”
(Surat Ensiklik Fratelli Tutti – Paus Fransiskus)
Berani dan beraharap dalam sukacita sebagai orang yang menerima baptisan diutus oleh Yesus sang Peziarah untuk menapaki jalan-jalan baru bertemu dengan mereka yang tidak dicintai masyarakat. Sebagai Komunitas Formasi Nampula – Mozambik, kami mengenakan sandal peziarah pergi menemui saudara dan saudari kita yang terlantar akibat Perang di Cabo Delgado. Ini merupakan misi bersama antar kongregasi dan orang muda Katolik di paroki kota Nampula.
Kamp pemukiman para pengungsi karena Perang Cabo Delgado berjarak 58 km dari kota. Kami pergi ke sana dua kali dalam seminggu untuk mendampingi anak-anak, remaja dan perempuan. Kami terbagi dalam beberapa kelompok; bimbingan-healing, berbagai pelatihan, berkebun, rekreasi dan olah raga. Ada juga kelompok suster-suster perawat untuk merawat para pengungsi yang sakit atas seijin pemerintah. Saat ini ada 1.668 keluarga, dengan 4.459 anak. Banyak janda dan anak yatim piatu. Yang menggerakkan kami adalah iman dan harapan. Kami hadir bagi mereka yang kehilangan segalanya, karena pemberontak/teroris tiba-tiba menyerang sehingga tidak sempat menyelamatkan material apapun hanya lari tunggang langgang ke semak-semak menyelamatkan nyawa. Bahkan banyak yang berjuang lari tapi tidak dapat menyelamatkan diri dari serangan senjata. Di kamp pengungsi kami menemukan orang-orang yang kehilangan semua anggota keluarganya. Di tengah jalan saat melarikan diri, anak-anak berada disamping ibunya yang sudah tiak bernyawa bahkan dipaksa menyaksikan bagaimana orangtuanya meninggal.
Kelompok kami terdiri dari suster-suster gabungan dari enam Kongregasi, para pendamping, ibu-ibu dan kaum muda.Tujuan kami hadir sebagai tanda dan memberi harapan bagi saudara-saudara yang menderita dan trauma perang. “Pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5). Berdasarkan kesaksian orang-orang dipemukiman kamp pengungsi menyemangati kami untuk terus mengabdi dalam misi ini. “Ketika kami melihat mobil para suster memasuki kamp pemukiman, kami senang, karena kami tahu masih ada orang yang mengingat dan peduli pada kami”.
“Di mana ada Religius, di situ ada sukacita” (Paus Fransiskus). Semoga kita tidak pernah kehilangan semangat sebagai utusan untuk mewartakan sukacita dan harapan kristiani!
Dalam kesatuan iman dan berani berharap, mari kita lanjutkan misi kita sebagai orang yang sudah dibaptis dan diutus.
Salam kasih,
Sr. Celeria Gabriel